Selasa, 13 November 2012

KASUS ENRON

Tujuan bisnis adalah memperoleh laba melalui aktivitas kewirausahaan. Tapi perilaku pebisnis lazimnya untuk mencapai target keuntungan itu beda antar sesama pebisnis. Para pelaku bisnis memiliki perbedaan perspektif dalam memahami etika bisnis. Ada yang melihat etika hanya ihwal baik dan buruk dalam bisnis. Namun ada juga pebisnis lebih memahami etika bisnis sebagai ketaatan pada undang-undang dan peraturan serta mekanisme pasar. Sebaliknya ada pelaku bisnis yang lebih mengedepankan profit yang besar dengan segala cara diantaranya yaitu mengabaikan etika bisnis, tanpa kejujuran, tanpa rasa malu (guilty complex), tanpa atau sedikit modal uang dan tanpa kerja keras tapi menghasilkan uang banyak. Di masa orde baru pebisnis semacam ini lazim melakukan bisnis dengan memanfaatkan fasilitas atau bisnis koneksi. Bisnis fasilitas akan menafikan persaingan usaha yang sehat, bahkan bertentangan dengan persaingan usaha itu sendiri.
                 
Akuntansi adalah sebuah bagian penting dalam perusahaan dalam mengelola keuangan bagian ini bias disebut jantung perusahaan. Karena tidaknya perkembangan sebuah perusahaan ditentukan dari output data akuntansi perusahaan. Oleh karena itu banyak pihak yang terkadang ingin memamfaatkanya untuk melakukannya hal yang tidak baik demi kepentingan sendiri. Tidak jarang perbuatan ini akan menimbulkan kerugian pada pemegang kepentingan lainnya.
Seorang akuntan sering menjadi korban pemaksaan untuk membuat laporan akuntansi palsu atau mengubah laporan tersebut. Karena akuntansi adalah sebuah bagian penting dalam perusahaan yang mengolah data keuangan. Bagian ini bisa disebut sebagai jantung perusahaankarena baik tidaknya perkembangan sebuah perusahaan ditentukan dari output data akuntansi perusahaan.
Mengenai praktek bisnis yang dikembangkan dengan tidak didasarkan etika diharapkandapat memberikan pengetahuan bahwa etika adalah kunci untuk membangun perekonomian yangsehat dan kuat diatas kekuatan sendiri, sehingga dalam jangka panjang akan menciptakanstabilitas ekonomi. Perekonomian yang stabil dan tumbuh yang d kekuatan yang didasarkan padakekuatan yang riil dalam memenangkan persaingan, adalah suatu proses pelatihan bagi para pelaku ekonomi dan bisnis, sehngga pelaku bisnis dapat memenangkan. Pelatihan itu hanya akanmemberikan kemajuan jika dilakukan dengan cara yang baik, yaitu penggunaan etika yang benar
Misalnya seorang direktur yang ingin mengakui pendapatan yang baru di janjikan tapi belum terima sama sekali agar pendapatan dari perusahaan naik, seorang manager yang ingin menunda pencatatan beban beban operasi agar keuntungan bertambah, dan para pemegang saham yang sepakat untuk mengalihkan sebagian pendapatan perusahaan ke rekening pribadi mereka untuk menghindari pembayaran pajak yang terlalu tinggi kepeda pemerintah.Pada berbagai kasus, seorang akuntan sering menjadi korban pemaksaanuntuk membuat laporkan akuntansi palsu atau mengubah laporan tersebut. Terbukti dengan maraknya tindak kecurangan yang muncul ke permukaan contohnya kasus Enron.

Enron Corporation Enron didirikan pada 1930 sebagai Northern Natural Gas Company, sebuah konsorsium dari Northern American Power and Light Company, Lone Star Gas Company, dan United Lights and Railways Corporation. Kepemilikan konsorsium ini secara bertahap dan pasti dibubarkan antara 1941 dan 1947 melalui penawaran saham kepada publik. Pada 1979, Northern Natural Gas mengorganisir dirinya sebagai sebuah holding company, InterNorth, yang menggantikan Northern Natural Gas di Pasar Saham Nwe York (New York Stock Exchange).

                   Enron adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun 2000 berjumlah $101 miliar. Majalah Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif" selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka.

Enron dipandang sukses menyulap diri dari sekadar perusahaan pipanisasi gas alam di Negara Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa global dalam beberapa tahun terakhir. Dia membeli perusahaan air minum di Inggris dan membangun pembangkit listrik swasta di India. Konsep bisnisnya yang visioner dan futuristik membuat dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall Street. Harga sahamnya terus meroket.

Akhir 1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap akan mengubah wajah bisnis energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi e-commerce itu membeli gas, air minum dan tenaga listrik dari produsen dan menjualnya kepada pelanggan atau distributor besar. Enron bahkan memperluas wilayah: membangun jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi serta bertekad menjual bandwidth jaringan itu seperti dia menjual gas dan listrik. Setelah itu mungkin dia akan jual-beli online untuk kertas daur ulang pabrik miliknya.
  
Tak lama setelah dia memasuki bisnis jasa video-on-demand-menjual tayangan video kepada pelanggan via sambungan internet kecepatan tinggi–harga saham Enron mencapai puncaknya, US$ 90 per lembar, pada Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama jatuhnya saham-saham teknologi dan internet lain, pertengahan tahun lalu nilai pasar Enron (jumlah lembar saham dikalikan harganya) masih berkisar US$ 60 milyar, atau dua kali lipat anggaran belanja Indonesia.
Miliaran dolar menguap hampir seketika. Pada Oktober 2001 Enron menjatuhkan bom di Wall Street dengan melaporkan kerugian ratusan juta dolar pada kwartal itu. Sangat mengejutkan karena Enron hampir selalu membawa berita gembira ke lantai bursa dengan selama empat tahun berturut-turut melaporkan keuntungan. Kabar buruk itu membanting harga saham Enron dari sekitar US$ 30 menjadi US$ 10 per lembar, hanya dalam hitungan hari.

Securities Exchange Commission (SEC), badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak beres dan mulai menggelar penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan bom lebih dahsyat lagi ke lantai bursa ketika pada 8 November mengakui bahwa keuntungannya selama ini adalah fiksi belaka. Enron merevisi laporan keuangan lima tahun terakhir dan membukukan kerugian US$ 586 juta serta tambahan catatan utang sebesar US$ 2,5 miliar.

Harga saham Enron makin berkeping. Namun, pada akhir November, Enron sedikit bisa bernafas lega ketika Dynegy Inc, pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya dalam sebuah kesepakatan merger. Harapan itu tak berumur lama. Spiral kematian terus berlanjut. Dynegy mundur setelah Enron makin kehilangan kepercayaan investor dan rating kreditnya jatuh ke titik terendah-berstatus “junk-bond”.
Dalam sebuah hari yang paling “berdarah”, ketika tak kurang seperempat milyar lembar sahamnya dipertukarkan di lantai bursa, harga Enron meluncur ke dasar jurang. Hanya puluhan sen nilainya. Beberapa hari kemudian Enron menyerah: mengajukan petisi bangkrut. Seperti timbunan besi dan beton bekas bangunan WTC di Manhattan, Enron adalah puing berdebu sekarang. Tapi, cerita tak berakhir di situ.
Punahnya Enron meninggalkan kerugian milyaran dolar bagi investor. Sertifikat saham mereka tak lagi punya nilai-mungkin hanya layak dipajang dalam pigura untuk mengenang salah satu skandal keuangan terbesar di awal abad ini. Skandal Enron lebih dahsyat dari Skandal Saham Bre-X di Bursa Kanada beberapa tahun lalu. Saham Bre-X meroket hanya untuk terjun bebas setelah perusahaan itu mengaku bahwa tambang emasnya di Busang, Kalimantan, terbukti palsu.

Kolapsnya Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang harus gigit jari meski telah mengucurkan milyaran dolar-JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor terbesarnya.
Hujan tangis mewarnai dengar pendapat dalam sebuah komite kongres awal Januari ini ketika para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan mengisahkan bagaimana simpanan hari tua mereka musnah hampir seketika. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan 20.000 karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tiada nilai.

Beberapa pekan sebelum bangkrut, Enron juga memecat sekitar 5.000 karyawannya, dari teknisi komputer di Texas hingga pendaur-ulang kertas di New Jersey, menambah beban pengangguran di Amerika yang sekarang sudah mencapai tingkat terburuk dalam 25 tahun terakhir.
Dengan dampak demikian luas, drama sebenarnya-juga sirkus–bahkan baru saja dimulai. Skandal Enron menemukan bentuk barunya di panggung pertempuran hukum yang luas, baik pidana maupun perdata. Implikasi politiknya terbukti telah ikut mengguncang sekaligus Gedung Putih dan Capitol Hill (Gedung Kongres).
Departemen Kehakiman menyidik kemungkinan adanya aspek pidana dalam kasus itu. Empat komite kongres, semacam panitia khusus (pansus) DPR di sini, giat mengaduk apa yang tersembunyi. Dan Departemen Tenaga Kerja mencoba mencari siapa yang bertanggungjawab atas kerugian besar para karyawan.

Salah satu episode paling menarik akan dipertontonkan 4 Februari ketika sebuah komite kongres mengundang aktor utama dalam drama ini: Kenneth L. Lay, presiden komisaris sekaligus direktur Enron. Ken Lay akan ditanyai banyak hal. Salah satunya: bagaimana bisa dia meraup untung ratusan juta dolar dari penjualan saham Enron sementara ribuan karyawan nyaris kiamat hidupnya tanpa perlindungan?
Sejak akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi puncak, para eksekutif menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$ 1,1 milyar. Selama empat tahun terakhir, Ken sendiri diperkirakan meraup untung US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk karyawan dan investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming laporan keuangan yang menjanjikan tapi palsu itu.

Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham jatuh menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada para karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan bahwa harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi itu. Namun, hanya beberapa pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang bermuara pada kebangkrutannya. Para karyawan tak bisa menjual saham mereka sampai semuanya sudah terlambat: Enron kehilangan nilai sama sekali.

Pertanyaan penting lain akan menyangkut inti dari skandal ini: kenapa Lay membolehkan para eksekutif Enron membentuk sejumlah perusahaan rekanan rahasia dengan institusi di luar yang tidak jelas reputasinya? Tidakkah dia dan dewan direksi mengeduk keuntungan dari perusahaan rekanan itu, sekaligus menyembunyikan hutang Enron di situ sehingga neraca keuangan Enron tetap nampak manis padahal kenyataannya busuk?

Pertanyaan serupa akan diajukan para penyidik kepada para eksekutif di Arthur Andersen, perusahaan akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Enron. Bagaimana bisa mereka kecolongan selama beberapa tahun tanpa menandai penyimpangan dalam akutansi Enron yang agresif, bahkan kriminal itu? Seberapa banyak Andersen tahu tentang pemusnahan sejumlah dokumen audit Enron oleh salah satu auditornya? Pertanyaan yang lebih kejam: tidakkah Andersen ikut terlibat mempermak laporan keuangan mengingat Enron membayar mahal perusahaan itu-US$ 52 juta pada tahun 2000-tak hanya untuk jasa audit tapi juga jasa konsultasi?
Tapi, soal bisa akan lebih sederhana andai saja hanya Ken Lay, atau Arthur Andersen, yang bisa jadi kambing hitam. Skandal Enron tak sesederhana itu.
Kasus Enron merupakan sistem kontrol berlapis-lapis tidak bisa mencegah segelintir orang memuaskan ketamakan di atas penderitaan banyak orang.

Para direktur perusahaan publik punya kewajiban legal dan moral untuk memberikan data keuangan yang jujur-para direksi Enron tidak melakukannya. Fungsi auditor independen tak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan sesuai dengan aturan dan standar akutansi, tapi juga memberi investor maupun kreditor gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang terjadi. Andersen gagal di dua lapangan itu. Para analis di Wall Street diharapkan menyiangi secara kritis apa yang tersembunyi di balik angka-angka-tak satupun melakukannya. Bahkan nyaris tak satu pun para wartawan bisnis-pilar keempat demokrasi-mampu mengendus keanehan Enron sampai kebusukan telah demikian menusuk hidung.
Skandal Enron tak hanya menyangkut episode ketika perusahaan itu hancur tiba-tiba. Tapi, juga misteri bagaimana dia mencuat menjadi raksasa yang meteorik. Dan ini merupakan bagian yang lebih menakutkan lagi karena menyangkut aspek politik dan ekonomi lebih luas, tak sekadar sektor keuangan.
Pertama: Enron merupakan perusahaan energi dan perdagangan derivatif energi terbesar di AS. Kontribusi laba perseroan sekitar 80% dari divisi perdagangan derivatif.

Kedua: Perekayasaan kinerja laba sebesar $1,2 Milyar dan penyembunyian kewajiban (off balancesheet) dalam laporan keuangan Enron selama 3 tahun. Rekayasa dilakukan dengan membentuk entitas LJM Partnership I, II dan Raptor group, dimana direksi perusahaan tersebut dirangkap oleh beberapa direksi dari Enron antara lain Jefry Skilling dan Andy Fastow. Transaksi derivatif antar group Enron tersebut tidak jelas tujuannya dan terakhir diyakini hanya untuk memompa laba dan menyembunyikan kewajiban, yang sasaran akhirnya adalah untuk meningkatkan kapitalisasi pasar Enron, karena PER sebelum kolap adalah sekitar 70 kali (Fortune).

Ketiga: Penerapan kebijakan akuntansi yang agresif atas transaksi derivatif antara Enron dengan Mahonia Ltd. Sebagai offshore entity dalam transaksi forward minyak mentah, gas bumi, dll. Dalam transaksi derivatif, sangat lazim untuk menjual kembali kontrak yang telah ditutup dengan pihak counter part sebelumnya dalam bentuk paket derivatif lainnya. Enron melaporkan transaksi derivatif tersebut sebagai transaksi dagang (trade), sedangkan menurut pandangan dari kelompok perusahaan asuransi yang menjadi penanggung risiko atas default-nya hutang Enron, seharusnya transaksi tersebut dipertanggungjawabkan sebagai pinjaman oleh JP Morgan (bukan sebagai utang-piutang usaha). Atas kejadian ini Federal reserve Bank of New York sedang melakukan investigasi terhadap JP Morgan (AWSJ).

Keempat: Terjadinya konflik kepentingan dalam organisasi Arthur Andersen LLP, konflik ini terjadi dalam 2 bentuk : (1) Arthur Andersen LLP melakukan perangkapan pemberian jasa konsultasi yang lazimnya membela kepentingan kliennya disatu pihak, dengan pemberian jasa General Audit sebagai auditor independen di pihak lain, walaupun kedua jasa tersebut dilakukan oleh divisi dan staff yang berbeda dan terpisah. Lazimnya fee jasa konsultasi beberapa kali lebih besar dari fee audit (fee audit terakhir Enron $53 juta). Sebagai pembanding, penasehat hukum dari kreditur Enron mendapat fee sekitas 35 – 50 Juta dolar AS. (2) Terjadinya internal office politic yang lazimnya berlaku pada sebuah organisasi besar, hal ini terjadi dengan disingkirkannya Carl E Bass sebagai rekan yang duduk di Profesional Standart group yang bertugas untuk menelaah masalah pelik yang berkaitan dengan penerapan standar akuntansi keuangan, penafsiran peraturan perpajakan, dan implementasi audit untuk Enron. Penyingkiran tersebut dilakukan oleh David Duncan sebagai audit partner atas pengaruh dan tekanan Enron (Business Week).

Menarik dari pelajaran amat berharga dari kasus Enron, kepada semua pihak yang berkepentingan, antara lain emiten, direksi, dewan komisaris, komite audit, otoritas pasar modal, profesi penunjang pasar modal. Khususnya profesi akuntan publik sebagai auditor eksternal harus secepatnya meningkatkan profesionalismenya, antara lain pengetahuan di bidang instrumen derivatif dan lindung nilai, penyusunan sistem dan prosedur pengendaliannya sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku, serta implementasi praktik good corporate governance.

Sumber :
Selengkapnya baca di : http://www.riskglossary.com/link/enron.htm
http://www.scribd.com/doc/81244200/Makalah-Etika-Bisnis

1 komentar:

  1. Hei friend, karena kita ini mahasiswa gundar, tolong ya blognya di kasih link UG, seperti www.gunadarma.ac.id, Studentsite studentsite.gunadarma.ac.id dan lain lain karna link link tersebut mempengaruhi kriteria penilaian mata kuliah soft skill

    Selain itu, Yuk ikut lomba 10 kategori lomba khusus bagi mahasiswa Universitas Gunadarma. Edisi Desember 2012 ini diperuntukan bagi mahasiswa S1 dan D3. Tersedia 100 pemenang, atau 10 pemenang untuk setiap kategori. link http://studentsite.gunadarma.ac.id/news/news.php?stateid=shownews&idn=755

    Oh iya, kalian nggak mau ketinggalan kan untuk update terhadap berita studentsite dan BAAK, maka dari itu, yuk pasang RSS di Studentsite kalian...untuk info lebih lanjut bagaimana cara memasang RSS, silahkan kunjungi link inihttp://hanum.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.5

    makasi :)
    @deliverdee

    BalasHapus